Jakarta (UNAND) — Rektor Universitas Andalas Efa Yonnedi, Ph.D., menghadiri Forum Rektor yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi se-Indonesia. Acara ini berlangsung di Hotel Shangri-La, Jakarta, dan dihadiri oleh 41 rektor dari berbagai universitas.

Forum ini menjadi momentum strategis untuk memperkuat sinergi antara pemerintah dan perguruan tinggi dalam menjawab tantangan lingkungan hidup yang semakin kompleks. Salah satu agenda utama dalam forum adalah penandatanganan Nota Kesepahaman antara KLH/BPLH dengan sejumlah perguruan tinggi, yang berfokus pada penguatan peran Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara konkret dan berkelanjutan.

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Dr. Fauzan, menyampaikan bahwa forum ini merupakan bagian dari program “Kampus Berdampak”, sebagai turunan dari agenda besar Kemdiktisaintek Berdampak. Kementerian, ujarnya, tengah melakukan roadshow ke berbagai kementerian dan lembaga untuk membangun kolaborasi lintas sektor.

“Kampus tidak lagi boleh terkungkung dalam menara gading. Sudah saatnya ia menjadi entitas sosial yang peka terhadap isu lingkungan dan berkontribusi aktif dalam penyelesaiannya,” tegasnya. Ia juga menyebut bahwa MoU lanjutan dengan kementerian dan lembaga lainnya akan ditandatangani pada 8 Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala BPLH, Dr. Hanif Faisol Nurofiq, selaku keynote speaker, memaparkan berbagai tantangan lingkungan global dan nasional. Urbanisasi, eksploitasi sumber daya alam, dan perubahan iklim disebut sebagai penyebab utama kerusakan lingkungan. Sampah, menurutnya, menjadi kontributor terbesar yang mencakup hampir 40% dari total keresahan lingkungan di Indonesia saat ini.

Ia mengutip data IPCC dan BMKG, bahwa suhu bumi telah mendekati ambang batas 1,4°C dan salju abadi di Puncak Cartens, Papua, diprediksi akan sepenuhnya mencair pada tahun 2026. “Walau dunia telah menyepakati Paris Agreement, emisi gas rumah kaca belum menurun signifikan,” ujarnya.

Dalam konteks nasional, ia menyoroti masih minimnya daerah yang memiliki Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), baru 16 dari 38 provinsi dan 127 dari 514 kabupaten/kota. Dokumen ini pun belum terintegrasi penuh dalam RTRW dan KLHS belum dimanfaatkan optimal.

“Di sinilah peran kampus sangat krusial, baik dalam menyusun dokumen ilmiah maupun penguatan data berbasis riset. Kampus harus menjadi pionir dalam penanganan persoalan lingkungan, terutama sampah,” tegas Hanif.

Dalam forum tersebut, Rektor Efa Yonnedi, menyampaikan Universitas Andalas memiliki hutan pendidikan yang luas dan saat ini difungsikan sebagai lokasi pelepasliaran satwa liar hasil penyelamatan. Ini menjadi salah satu bentuk nyata kontribusi kampus dalam konservasi dan pelestarian keanekaragaman hayati.

Ia juga menekankan pentingnya revitalisasi pusat studi lingkungan hidup di seluruh perguruan tinggi sebagai langkah strategis menjawab isu-isu lingkungan yang semakin mendesak. Di Sumatra Barat, Efa menyoroti empat isu utama:

  1. Alih fungsi lahan;
  2. Pencemaran air;
  3. Penurunan keanekaragaman hayati;
  4. Timbulan sampah yang terus meningkat dan belum tertangani secara optimal.

“Universitas Andalas siap menjadi advokator lingkungan hidup, memperkuat kolaborasi antara akademisi, masyarakat, dan pemerintah, serta menjadi katalisator perubahan yang berdampak nyata,” pungkas Rektor.(*)

Humas, Protokol, dan Layanan Informasi Publik