Opini Dosen
- Details
Setiap tanggal 9 Desember, kita memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia, sebuah momen yang seharusnya menjadi pengingat bagi semua pemangku kekuasaan dan masyarakat tentang dampak besar dari korupsi. Di Indonesia, masalah ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita. Dari berita yang kita lihat di televisi hingga percakapan di warung kopi, kasus korupsi seakan tak pernah berhenti menghiasi berita. Mulai dari tingkat paling rendah seperti kepala RT hingga pejabat tinggi seperti menteri, korupsi telah meresap ke dalam berbagai lapisan masyarakat. Pertanyaannya adalah, apakah kita bisa berharap untuk melihat budaya korupsi ini hilang dari Indonesia?
- Details
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mencatat ada 35 persen responden yang menentukan pilihannya karena uang di Pemilu 2024. Pada Pemilu 2019, kelompok pemilih ini hanya 28 persen. "Pemilih oportunis menurun tapi pemilih transaksional atau pemilih wani piro meningkat," kata Burhanuddin dalam konferensi pers secara daring, Rabu, 21 Februari 2024. Dalam survei Indikator yang dilakukan usai pencoblosan, Rabu, 14 Februari 2024, jumlah masyarakat yang menganggap politik uang tidak wajar, menurun. Artinya, jumlah masyarakat menilai politik uang hal yang wajar meningkat. "Yang mengatakan politik uang tidak wajar dilakukan oleh calon anggota legislatif (caleg), tim sukses (timses), dan lainnya di 2019 (sebesar) 67 persen sekarang tinggal 49,6 persen," ujar jelasnya.
- Details
Memilih seorang pemimpin yang tepat adalah hak sekaligus tanggung jawab dari setiap warga negara.Karena keputusan ini akan sangat berpengaruh terhadap masa depan negara maupun sistem pemerintahan iru sendiri. Oleh karena itu, memilih pemimpin yang tepat merupakan hal yang sangat krusial di zaman sekarang ini. Namun, seringkali masyarakat itu dihadapkan pada dilema: apakah memilih pemimpin yang populer atau yang kompeten? Melihat begitu banyaknya saat sekarang ini para pemimpin yang populer ingin berkecimpung dalam dunia politik, namun mereka hanya mengandalkan kepopularitas yang dimilikinya,sehingga akan menciptakan seorang pemimpin yang populer tapi tidak berkualitas. Karena sejatinya seorang pemimpin sangat penting dalam menentukan arah, kebijakan, dan masa depan bangsa. Apalagi di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks ini, seorang calon pemimpin tidak hanya dituntut memiliki popularitas atau elektabilitas, tetapi juga harus memiliki etikabilitas dan intelektualitas yang tinggi.
- Details
Pada era ini partai politik merupakan salah satu elemen yang penting dalam sebuah sistem demokrasi. Partai Politik yang tentunya sebagai organisasi strukutural, yang pada umumnya Partai Politik dibentuk sebagai bentuk menampung serta menyampaikan aspirasi masyarakat, menjaga stabilitas kebijakan publik, serta sebagai kendaraan untuk mengusung calon dalam menduduki jabatan publik, baik itu dalam parlemen maupun pemerintahan. Sehingga dapat dikatakan dalam konteks ini partai politik dapat memainkan peran utamanya sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat. Beberapa faktor yang mendorong terbentuknya partai politik antara lain dapat dilihat dengan dilatar belakangi perbedaan ideologi pada masyarakat seperti cara pandang cara terbaik dalam mengelola Negara, kebijakan-kebijakan maupun hal lainnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan didalamnya dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam peraturan tersebut telah dijelaskan keberadaan Partai Politik itu sendiri, Partai Politik berfungsi sebagai sarana untuk masyarakat dalam berpartisipasi politik dalam sebuah sistem demokrasi Indonesia.
- Details
Dalam buku How Democracies Die tulisan Stevan Levitsky dan Daniel Ziblatt (2019) disebutkan bahwa demokrasi bisa mati karena kudeta atau mati pelan-pelan. Kematian itu bisa tak disadari ketika terjadi selangkah demi selangkah misal dengan terpilihnya pemimpin otoriter, disalahgunakannya kekuasaan pemerintah dan penindasan total atas oposisi, termasuk juga dengan mendominasi pencalonan dalam pemilihan. Juan Linz dalam tulisannya The Breakdown of Democratic Regimes (1978) lebih jauh juga menjelaskan peran dan prilaku politikus bisa memperkuat atau mengancam demokrasi. Kondisi ini bisa dilihat dari aspek berikut, yaitu : menolak aturan main demokrasi baik dengan kata-kata atau perbuatan, menyangkal legitimasi lawan, menoleransi atau menyerukan kekerasan dan menunjukkan kesedian membatasi kebebasan sipil. Disadari atau tidak kita sesungguhnya sedang menuju kemunduran demokrasi secara perlahan-lahan. Dalam konteks pemilihan kepala daerah atau pilkada di Indonesia, salah satu hal yang akan membawa demokrasi mati perlahan-lahan adalah munculnya fenomena kotak kosong dalam pilkada.