Opini Dosen

- Details
Dua puluh tiga tahun yang lalu, saya duduk di ruang kuliah di sebuah universitas negeri di Kota Bandung, mendengarkan penjelasan dari seorang jurnalis asal Jerman. Topik diskusi hari itu adalah masa depan jurnalisme—bagaimana teknologi dan perubahan sosial akan merombak cara berita disampaikan. Di antara berbagai hal yang disampaikannya, ada satu poin yang terus terngiang di kepala saya hingga hari ini: “Suatu hari, orang biasa akan bisa menjadi terkenal. Tidak harus artis atau pejabat.”

- Details
Komunikasi adalah aliran darah dalam tubuh pelayanan. Ketika ia mengalir lancar, tubuh terasa sehat, energi terpancar. Namun, jika tersendat, tubuh melemah. Demikian pula, pelayanan yang tanpa komunikasi yang baik akan kehilangan jiwa. Kata-kata dalam pelayanan tidak sekadar untaian bunyi, tetapi cerminan penghormatan dan pengakuan.

- Details
Masyarakat kelas bawah di Indonesia kini semakin menyadari pentingnya keterlibatan politik, meskipun politik uang masih menjadi tantangan besar dalam kontestasi politik lokal. Akses terhadap media sosial memberikan mereka alat untuk memahami isu-isu politik dan membentuk pandangan kritis terhadap kebijakan pemerintah yang memengaruhi kehidupan sehari-hari. Media sosial memungkinkan masyarakat untuk mengakses informasi langsung dari sumber independen yang sering kali terabaikan oleh media arus utama.

- Details
Setiap tanggal 9 Desember, kita memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia, sebuah momen yang seharusnya menjadi pengingat bagi semua pemangku kekuasaan dan masyarakat tentang dampak besar dari korupsi. Di Indonesia, masalah ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita. Dari berita yang kita lihat di televisi hingga percakapan di warung kopi, kasus korupsi seakan tak pernah berhenti menghiasi berita. Mulai dari tingkat paling rendah seperti kepala RT hingga pejabat tinggi seperti menteri, korupsi telah meresap ke dalam berbagai lapisan masyarakat. Pertanyaannya adalah, apakah kita bisa berharap untuk melihat budaya korupsi ini hilang dari Indonesia?

- Details
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mencatat ada 35 persen responden yang menentukan pilihannya karena uang di Pemilu 2024. Pada Pemilu 2019, kelompok pemilih ini hanya 28 persen. "Pemilih oportunis menurun tapi pemilih transaksional atau pemilih wani piro meningkat," kata Burhanuddin dalam konferensi pers secara daring, Rabu, 21 Februari 2024. Dalam survei Indikator yang dilakukan usai pencoblosan, Rabu, 14 Februari 2024, jumlah masyarakat yang menganggap politik uang tidak wajar, menurun. Artinya, jumlah masyarakat menilai politik uang hal yang wajar meningkat. "Yang mengatakan politik uang tidak wajar dilakukan oleh calon anggota legislatif (caleg), tim sukses (timses), dan lainnya di 2019 (sebesar) 67 persen sekarang tinggal 49,6 persen," ujar jelasnya.
More Articles ...
- Siapa yang Layak Memimpin? Ketika Popularitas Menutupi Kompetensi
- Menakar Lemahnya Kelembagaan Partai Politik di Indonesia: Menurunnya Budaya dan Partisipasi Politik
- Kotak Kosong dalam Pilkada 2024, Benarkah Tanda Kemunduran Demokrasi?
- Mempersiapkan Jurnal Universitas untuk Indeksasi Internasional dan Peringkat 1 Arjuna