Dalam pekan ini, tentunya kita sering mendegar dan melihat seliweran di media sosial kita tentang ALL EYES ON PAPUA. Isu ini tengah hangat di media sosial kita tentang masyarakat adat suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan yang ingin menyelamatkan hutannya. Boven Digoel merupakan salah satu dari kabupaten yang ada di Papuan dengan indeks kemiskinan yang tinggi di Indonesia. Papua dan Papua Selatan selalu menjadi provinsi termiskin di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik Nasional, tingkat kemiskinan di Papua memiliki presentase kemiskinan sebanyak 26,03% Dan Papua Selatan sebanyak 20,49%.
Gerakan ALL EYES ON PAPUA ini merupakan petisi mengajak masyarakat untuk menolak dan mendorong Mahkamah Agung untuk mencabut izin Perusahaan kelapa sawit PT.Indo Asiana Lestari yang sudah mengantongi izin untuk mengelola hutan papua menjadi lahan kelapa sawit. Berdasarkan riset Yayasan Pusaka Bentala rakyat pada 2023, sepanjang 2001 sampai 2019, hutan Papua telah mengalami penutupan serta penyusutan seluas 663.000 hektare. Tempat tinggal suku Awyu, Boven Digoel dari data tersebut, menjadi kabupaten kedua dengan defortasi tertinggi di Papua dengan 51.000 hektare hutan sudah di gundul atau berubah fungsi yang mana luas itu setara dengan luas Kota London. PT. Indo Asiana Lestari sudah memili izin serta sudah menang di gugatan pertama dan kedua, sehingga suku Awyu mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA) dan berharap MA mengabulkannya.
Tanggapan pemerintah tentang gerakan ini muncul dari staff kepresidenan yaitu Billy Mambrasar, Billy mengklaim bahwa telah mendengar tentang gerakan ini serta telah memberikan rekomendasi pada Presiden Jokowi untuk menghubungi Kementrian Lingkungan Hidup untuk meminjau ulang perizinan Perusahaan kelapa sawit yang berada di tanah suku Awyu. Wapres juga memberikan komentar tentang Gerakan ini, Wapres mengatakan untuk menghormati proses hukum yang sudah berjalan, namun Wapres juga mengingatkan dalam hal pembukaan lahan baru untuk selalu mengutmakan komunikasi seluruh pihak baik dari pemerintahan maupun dari tokoh masyarakat untuk menghindari konflik. Billy juga telah meminta kepada Pak Jokowi untuk mendorong Pembangunan ekonomi berbasis industri yang tidak merugikan alam, serta mendorong untuk mencegah konversi hutan adat pelindung masyarakat.
Masyarakat Papua sangat bergantung kepada sumber daya alam seperti hutan. Masyarakat Papua memang menjadikan hutan sebagai harapan untuk hidup, mereka sudah pasrah tentang ketertinggalan ekonomi yang mereka alami, akan tetapi mereka akan melawan jika hutan atau tempat tinggal mereka di rusak oleh oknum oknum yang tidak bertanggung jawab serta merugikan. Konflik ini sangat menganggu kestabilan di Papua. Konflik sumberdaya alam ini sangat bersifat paradoks, pemerintah ingin mempercepat pembangunan, namun di sisi lain terjadi pengurasan sumber daya alam yang massif.
Oleh : Ali Fahrezi Pasaribu (Mahasiswa Departemen Ilmu Politik UNAND)