Padang (UNAND) - Magister Ilmu Politik berkolaborasi dengan Litbang Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas mengadakan Seminar mengenai Dinamika Demokrasi Pasca Putusan MK mengenai Pemungutan Suara Ulang (PSU) DPD RI Sumatera Barat Tahun 2024.

Berlangsung di Ruang Sidang Dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univesitas Andalas pada Senin (1/7) menghadirkan tiga pakar yakni Dr. Doni Hendrik, M.Soc.sc, Dr. Aidinil Zetra, MA. dan Dr. Charles Simabura S.H., M.H yang dipandu oleh Sadri, S.IP., M.Soc.sc.

Tampak hadir dalam seminar ini Wakil Dekan I Dr. Lucky Zamzami, M.Soc.sc. dan Kepala Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas Dr. Tengku Rika Valentina, S.IP, M.A..

Charles Simabura menilai perkara PHPU legislatif pada tahun 2024 meningkat dari pemilu tahun 2019. “Sampai pada tanggal 23 April 2024 terdapat 297 kasus perkara PHPU anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota,” tambahnya.

Ia mengungkapkan putusan Mahkamah Agung tentang PSU DPD RI di Sumatera Barat berawal dari putusan PTUN Jakarta yang mengeluarkann surat perintah KPU untuk memasukkan nama Irman Gusman dalam Daftar Calon Tetap (DCT).

“Namun KPU Sumatera Barat mengatakan tidak dapat menjalankan putusan PTUN tersebut, yang berakhir pada Mahkamah Konstitusi memerintahkan KPU Sumatera Barat untuk melakukan pemungutan suara ulang Pemilu DPD di Sumatera Barat,” tuturnya yang juga merupakan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum ini.

Charles mengatakan Irman Gusman masih memenuhi kriteria dalam pencabutan hak politiknya untuk mencalonkan karena tuntuan masa hukum penjara yang mencapai lima (5) tahun penjara.

“Legal standing Irman Gusman dipertanyakan sebab dirinya bukan merupakan peserta pemilu hanya saja MK menilai haknya telah terlanggar karena dirinya (Irman Gusman) masuk dalam Daftar Calon Sementara namun tidak masuk dalam Daftar Calon Tetap,” ujarnya.

Sementara itu, Aidinil Zetra mengemukakan sengketa pemilu yang belum selesai tentu saja dapat meningkatkan tensi politik lokal kembali, mengingat jika terjadi perubahan komposisi pemenang pada PSU yang akan dilaksanakan tanggal 13 Juli nanti pasti akan menimbulkan gesekan diantara masyarakat serta calon yang tersingkir nantinya.

Dicontohkannya, seperti sengketa pemilu yang tidak diselesaikan di Venezuela, Zimbabwe, pasti akan menciptakan instabilitas politik di dalam negara itu sendiri.

Diungkapkannya dalam beberapa kasus PSU yang terjadi di Indonesia terdapat beberapa konsekuensi dari pelaksanaan PSU, antara lain menggunakan anggaran yang banyak, permasalahan kesiapan logistik, tensi politik lokal yang meningkat, dan kemungkinan praktik politik uang dan vote buying yang diakibatkan partisipasi PSU sangat rendah.

Menurutnya, masyarakat masih sangat permisif terhadap praktik KKN dan terkesan acuh tak acuh terhadap hal semacam itu karena di masyarakat menganggap uang yang diberikan oleh salah satu calon atau timses sebagai rezeki.

“Sehingga akan susah untuk memberantas hal semacam ini jika masyarakat kita sendiri sudah memaklumi dan mewajarkan praktek politik uang dan vote buying tersebut,” ujarya yang juga merupakan Sekretaris Universitas Andalas ini.

Lalu, Doni Hendrik menyatakan Irman Gusman harusnya sadar sebagai mantan napi koruptor yang mesti menjalani cuti politik selama lima (5) tahun dulu untuk memperbaiki citranya di tengah masyarakat.

“Walaupun dari segi modal politiknya, Irman Gusman sangat berpotensi untuk mengubah konfigurasi hasil pemilihan DPD RI Sumatera Barat,” tambahnya. Doni melihat apabila PSU dilaksanakan, kemungkinan tidak terjadi perubahan perolehan suara yang terlalu besar.

“Kalau seandainya terjadi perubahan pemenang pada pemilu DPD maka akan ada indikasi dimana para pemenang sebelumnya untuk mengajukan tuntutan sehingga persoalan Pemilu ini akan terus berulang sampai kepentingan dan keinginan setiap pihak terpenuhi,” pungkasnya.

Humas, Protokoler, dan Layanan Informasi Publik