KPU secara resmi akan membuka pendaftaran bakal calon anggota legislatif (caleg) pemilu 2024 yang dimulai tanggal 1 Mei hingga 14 Mei 2023. Pendaftaran ini dibuka untuk pendaftaran bakal calon anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Setelah tahapan ini akan ada tahapan selanjutnya yaitu verifikasi administrasi dokumen persyaratan bakal calon, pengajuan perbaikan dokumen persyaratan bakal calon, verifikasi administrasi perbaikan dokumen persyaratan bakal calon dan setelahnya akan ada penyusunan DCS dan penetapan DCT.

Ada beberapa harapan kita dalam menunggu kandidat wakil rakyat yang akan mewakili kepentingan dan aspirasi masyarakat. Pertama, kita berharap bawah wakil yang akan kita pilih memiliki kriteria terbaik yang bisa menyelesaikan banyak persoalan bangsa yang sedang kita hadapi, terutama persoalan korupsi, karena sebagaimana diketahui bahwa Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2022 dari laporan Transparency Internasional Indonesia (TII) menempati peringkat ke 110 dari 180 negara yang disurvey, kondisi ini menurun 4 poin dibandingkan tahun 2021 yang berada pada posisi 96 secara global dengan nilai hanya 34 poin. Untuk peringkat Asean, Indonesia menempati peringkat ketujuh dari 11 negara terkait skor CPI, jauh tertinggal dibandingkan dengan negara Malaysia, Vietnam bahkan Timor Leste. Tentu saja angka ini menunjukkan bahwa persoalan korupsi semakin memburuk di tahun 2022 ini, nah untuk itu kita berharap dengan adanya wakil kita di lembaga legilatif, persoalan korupsi ini akan semakin membaik, walaupun selama ini kita juga tidak bisa menutup mata bahwa lembaga paling korup di Indonesia menurut data TII tahun 2020 adalah lembaga DPR.

Kedua, Kita berharap wakil rakyat yang kita pilih nantinya dengan masyarakat pemilih memiliki relasi yang kuat dan seimbang, dan partai politik kita harapkan memberikan ruang penguatan tersebut, walaupun selama ini relasi yang terjadi masih didominasi oleh kekuasaan parpol, karena keberadaan wakil rakyat cenderung lebih banyak tunduk kepada arah kebijakan parpol meskipun parpol pada banyak hal berbeda bahkan cenderung berlawanan arus dengan keinginan publik, misal dalam kewenangan parpol dalam menentukan PAW dan pemecatan sebagai anggota parpol, di mana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik. pada pasal 16 disebutkan bahwa anggota parpol bisa diberhentikan apabila melanggar AD/ART, di mana kita tahu bahwa penyusunan AD/ART merupakan domain mutlak parpol. Makanya dengan adanya proporsional terbuka, kita berharap bahwa otoritas partai secara tidak langsung berkurang karena pemilih ikut serta dalam menentukan siapa yang berhak untuk mendapatkan kursi di parlemen, meskipun pencalonan melalui partai politik, walaupun kita lihat parpol masih menjadi faktor pertimbangan pemilih menentukan pilihan, akan tetapi di banyak kasus bahwa pemilih banyak memilih kandidat dibandingkan dengan partai politik, bahkan ada suara calon legislatif melebihi perolehan suara dari parpolnya. Dan kita berharap tujuan utama bagaimana menjamin kedekatan rakyat dengan wakil rakyat yang dipilih tanpa mengurangi eksistensi dari parpol

Ketiga, partai politik dalam mencalonkan bakal calon anggota legislatif menempatkan keterwakilan perempuan 30% dari setiap daerah pemilihan, tidak hanya sekedar memenuhi persyaratan administrasi saja sebagaimana diamanatkan oleh pasal 245 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu , akan tetapi betul-betul menempatkan kader-kader perempuan terbaik yang dimiliki oleh partai politik, sehingga para perempuan yang terpilih bisa mewakili kepentingan masyarakat banyak, terutama tentu saja kaum perempuan, karena bagaimanapun juga, dalam perencanaan pembangunan tidak semua program kerja bisa dirumuskan dengan baik oleh kaum laki-laki, harus ada perempuan yang mengerti dengan kebutuhan perempuan itu sendiri. Persoalan keterwakilan perempuan ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi partai politik, karena walaupun ada kuota 30% bagi perempuan, akan ada hambatan kultural bagi perempuan untuk terjun aktif di dalam dunia politik terutama untuk merubah stigmanisasi yang selama ini terjadi, bahwa dunia politik adalah dunianya laki-laki. Jadi partai politik harus menyiapkan kader-kader perempuan  terbaik untuk dicalonkan menjadi caleg.

Terlepas dari semua harapan itu, kita harapkan para wakil rakyat yang akan duduk di lembaga legislatif adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan, sikap dan integritas yang mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan dan partai politik, karena bagaimanapun juga, dalam teori perwakilan, masyarakat bisa memberikan mandat kepada wakil mereka dan mereka juga bisa menarik mandat tersebut dengan tidak memilih kembali partai politik maupun calon dari partai tertentu untuk pemilu lima tahun ke depan.(*)

Penulis : Dewi Anggraini, S.IP.,M.Si (Ketua Program Studi S1 Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas)