Padang (UNAND) – Pakar Gender Universitas Andalas Drs. Jendrius, M. Si, Ph. D memulai penjelasan terkait keragaman konsepsi keluarga dengan melontarkan pertanyaan sederhana kepada mahasiswa, apakah keluarga itu?.
“Dengan gamblang seorang mahasiswa menjawab bahwa keluarga merupakan unit sosial terkecil dari masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang menjalankan fungsi-fungsi tertentu,” sambungnya saat orasi Ilmiah Lustrum FISIP keenam pada Kamis (11/5) di Gedung Auditorium Kampus UNAND Limau Manis.
Kemudian ia kembali melontarkan beberapa pertanyaan lanjutan ternyata si mahasiswa tidak mampu menjawab, apakah jika sepasang suami istri tidak memiliki anak berarti bukan keluarga? seandainya si suami atau istri meninggal dunia atau bercerai bagaimana? Jika suami dan atau istri tidak menjalankan fungsi-fungsi keluarga apa itu berarti keluarga tersebut tidak ada? Atau sebaliknya 2 orang perempuan lesbian yang hidup bersama dan menjalankan sebagian fungsi - fungsi keluarga apakah berarti bukan keluarga juga?
Lebih lanjut, ia mengungkapkan maknanya, konsepsi keluarga yang umum dipakai dan dirujuk untuk menjelaskan keluarga masih belum mampu mengakomodir keragaman realitas keluarga yang ada.
Pada masyarakat Minangkabau, konsep keluarga yang dianut adalah ‘dunsanak” yakni orang yang berasal dari kelompok kerabat matrilineal. “Jadi keluarga bagi masyarakat Minangkabau adalah ibu, nenek, etek/mak tuo (saudara perempuan ibu), saudara perempuan dan laki-laki, dan mamak (saudara laki-laki ibu). Sementara ayah, saudara ayah bukan dianggap sebagai bagian dari keluarga,” terangnya yang juga menjadi ketua Senat Fakultas.
Sementara itu dalam masyarakat Batak keluarga diidentikkan dengan “dongan tubu” mereka yang berasal dari keturunan patrilineal yang sama yang berarti mencakup amang (Bapak), opung (kakek), saudara laki-laki dan perempuan serta tulang (saudara laki-laki ayah).
Demikian juga dengan konsep “sedulur” yang bermakna saudara atau keluarga dalam masyarakat Jawa, baik dari garis keturunan ayah, maupun dari garis keturunan ibu. Jendrius mengungkapkan berbeda dengan masyarakat Minangkabau maupun masyarakat Batak yang sangat rigid dalam mendefinisikan keluarga mereka (yakni mereka yang berasal dari kelompok keturunan matrilineal pada masyarakat Minangkabau dan kelompok keturunan Patrilineal pada masyarakat Batak, konsep “sedulur” dalam masyarakat Jawa agaknya lebih longgar karena bisa berasal dari keturunan pihak ayah maupun pihak ibu.
Dikatakannya, empat Konsepsi “dunsanak”, “dongan tubu” dan “sedulur” di atas menunjukkan keragaman konsepsi keluarga pada masyarakat Indonesia. Hal yang sama tentu juga berlaku untuk berbagai etnis lain yang ada di Indonesia.
“Karenanya konsepsi keluarga inti (nuclear family) yang diadopsi dari studi Sosiologi Keluarga di Eropa dan Amerika, sejatinya tidak akan mampu menjelaskan secara baik keragaman dan perbedaan konseptual keluarga di Indonesia, tentunya ini menjadi tantangan berat bagi studi tentang keluarga di Indonesia,” pungkasnya.(*)
Humas dan Protokol UNAND