Padang (UNAND) - Banjir bandang dan lahar dingin yang menerjang tiga daerah di Sumatera Barat pada Sabtu (11/5) lalu, dipicu oleh hujan dengan intensitas tinggi di wilayah hulu Gunung Marapi.

Ketiga daerah tersebut yakni Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, dan Kota Padang Panjang yang berdampak pada rusaknya bendungan, aliran irigasi, jalan, lahan pertanian, fasilitas umum dan bahkan korban jiwa.

Untuk memetakan dampak bencana, baik secara fisik maupun non-fisik, Universitas Andalas telah mengirim tim Pusat Studi Bencana dan Pusat Tanggap Darurat ke wilayah yang terdampak.

Adapun tim tersebut terdiri dari Prof. Febrin Anas Ismail, Prof. Abdul Hakam, Prof. Fauzan, Prof. Bambang Istijono, Gusti Sumarsih, M.Biomed, Mohd Jamil, M. Biomed, Ns. Mahathir, dan Ns. Zafitra Patriotga serta Yenny Narny, Ph. D.

Prof. Febrin menuturkan penyebab banjir bandang diperkirakan adanya tumpukan material pohon tumbang pada lembah sungai dihulu Batang Anai yang membentuk bendungan alam, dampak getaran gempa vulkanik Gunung Marapi dan curah hujan lebih dari enam (6) jam, mengakibatkan runtuhnya bendungan alam menjadi penyebab banjir bandang atau galodo.

Kemudian, kemiringan dasar sungai Batang Anai yang terjal, terlihat kecepatan air relative tinggi saat kondisi air normal, limpasan yang terjadi akibat efek penyumbatan pada daerah jembatan dan penyempitan alur sungai.

Lalu, loncatan atau overtopping pada alur yang berkelok, dan limpasan yang terjadi karena pengurangan kapasitas alur sungai akibat pengendapan material angkutan, serta sempadan sungai yang belum diterapkan, contoh banyak bangunan yang berada dipinggiran sungai.

Selain itu, Prof. Febrin mengungkapkan diperkirakan material yang disemburkan erupsi Marapi telah mencapai 300 ribu meter kubik. “Material itu sebagian menumpuk pada hulu sungai yang bisa menyebabkan banjir lahar dingin, dan diharapkan kegiatan pemetaan pada sungai prioritas yang paling berbahaya dan potensi menyebabkan banjir bandang,” ujar Guru Besar Fakultas Teknik ini pada Kamis (16/5).

Banjir bandang lahar dingin dikatakannya, telah terjadi beberapa hari terakhir yang mengakibatkan setidaknya 67 jiwa meninggal perhari ini, ratusan rumah rusak berat atau sedang dan lahan pertanian rusak tertimbun lumpur dan kayu-kayuan.

Maka dari itu, Prof. Febrin bersama tim menyampaikan solusi terkait hal ini yakni pembangunan sabo-dam dihulu sungai, pembangunan pengontrol kemiringan dasar sungai agar kecepatan air normal, mengembalikan fungsi jalan nasional, dan segera membuat peraturan tentang sempadan sungai Batang Anai.

Di samping itu, pentingnya menyusun Rencana Aksi (Renaksi), menyelenggarakan rehabilitasi dan Rekonstruksi (rumah, sarana umum, pendidikan, sosial serta infrastruktur ketahanan pangan).

Lalu, juga penguatan masyarakat tanggap bencana, serta merencanakan bangunan sabo-dam dan suplai irigasi. “Solusi yang ditawarkan itu perlu jadi perhatian pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan,” pungkasnya.

Selain itu, tim tanggap darurat yang diketuai oleh Gusti Sunarsi, M. Biomed juga melakukan pengobatan dengan mobil klinik ke tempat-tempat pengungsian sekaligus mengadakan kegiatan trauma healing.

Senada dengan itu, Rektor Universitas Andalas Efa Yonnedi, Ph. D mengucapkan duka yang mendalam atas terjadinya banjir lahar dingin dan longsor yang melanda sejumlah daerah di Sumatera Barat.

Ia mengajak untuk bersama-sama memberikan dukungan dan menguatkan satu sama lain dalam menghadapi cobaan ini, serta mendoakan agar tanah air tercinta dijauhkan dari bencana dan marabahaya.

Dikatakannya, Universitas Andalas siap membantu dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, termasuk pemulihan ekonomi, serta pemulihan fungsi fasilitas umum yang terdampak.(*)

Humas, Protokol, dan Layanan Informasi Publik