Padang (UNAND) - Pusat Studi Bencana (PSB) UNAND bersama Pusat Tanggap Darurat melakukan studi lapangan pengabdian kepada masyarakat pasca banjir bandang yang terjadi di daerah sungai Batang Anai akibat erupsi Gunung Marapi pada Senin-Selasa (13-14/05/2024) lalu. Pada kegiatan ini, tim menyerahkan sejumlah bantuan sekaligus melakukan studi teknis yang hasilnya disusun sebagai solusi penanggulangan bencana.
Banjir bandang yang terjadi di sungai Batang Anai diperkirakan terjadi akibat adanya tumpukan material pohon tumbang pada lembah sungai di hulu Batang Anai, yang membentuk bendungan alam. Getaran gempa vulkanik dari Gunung Marapi disertai curah hujan yang tinggi selama lebih dari 6 jam ditengarai menjadi sebab runtuhnya bendungan alam tersebut, dan kemudian turun sebagai banjir bandang atau yang lebih dikenal sebagai galodo.
Beberapa data lain yang berhasil dikumpulkan tim PSB dan PTD, antara lain:
- Kemiringan dasar sungai Batang Anai terjal, terlihat dari kecepatan air yang relatif tinggi saat kondisi air normal.
- Limpasan yang terjadi akibat efek penyumbatan pada daerah jembatan dan penyempitan alur sungai.
- Loncatan/overtapping pada alur yang berkelok
- Limpasan yang terjadi karena pengurangan kapasitas alur sungai akibat pengendapan material angkutan, dan
- Sempadan sungai yang belum diterapkan, misalnya banyak bangunan yang berada di pinggiran sungai.
Untuk penyebab-penyebab tersebut, tim telah menyusun beberapa saran yang ditujukan kepada Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) dan Balai Wilayah Sungai Sumatera V (WSS V) Sumatra Barat, di antaranya:
- Pembangunan sabo-dan di hulu singai
- Pembangunan pengontrol kemiringan dasar sungai agar kecepatan air normal
- Mengembalikan fungsi jalan nasional
- Segera membuat peraturan tentang sempadan sungai Batang Anai
Selain itu, terkait erupsi Marapi dan kaitannya dengan banjir bandang, tim memperkirakan baha erupsi Marapi telah menyemburkan 300 ribu meter kubik material yang sebagiannya menumpuk di hulu sungai, dan berpotensi pada banjir lahar dingin. Gunung api aktif tipe A yang pernah meletus pada tahun 1833 ini ini telah menyandang status waspada sejak 2011, dan hampir setiap tahun mengalami letusan eksplosif.
Untuk itu, tim menyusun saran solusi yang berisi antara lain: penyusunan Renaksi dan penyelenggaraan rekonstruksi (rumah, sarana umum, pendidikan, sosial dan infrastruktur ketahanan pangan), melakukan penguatan tanggap bencana, serta merencanakan bangunan sabo-dam serta suplai irigasi.