Padang (UNAND) - Indonesia pernah memiliki seorang wartawan senior yang juga dikenal sebagai sastrawan asal ranah Minang, Abrar Yusra, yang lahir di tahun 1943 dan berpulang pada 2015 lalu. Dalam rangka mengenang karya-karya serta rekam jejak beliau di dunia kepenulisan, HAMAS (Himpunan Media Sumbar) bekerja sama dengan Pusat Studi Humaniora (PSH) UNAND menggelar sebuah acara bertajuk “Mengenang Sang Wartawan dan Sastrawan Abrar Yusra: Wartawan, Penyair, Novelis hingga Penulis Biografi Indonesia Asal Ranah Minang.
Hamlet: Dialog dengan Taufiq Ismail, Aku Tidak Mengerti, Senandung di Kamar Kecil, hingga 1970an adalah empat dari banyaknya judul puisi yang ditulis Abrar Yusra semasa hidup, yang kembali dibacakan pada perhelatan ini. Selain itu, novelnya berjudul 'Tanah Ombak' juga dibahas dan diperkenalkan kembali pada kesempatan kali ini.
Abrar Yusra sendiri bukan hanya dikenal sebagai wartawan, sastrawan, dan budayawan, namun juga penulis sejarah khususnya penulis biografi. Karya-karyanya mencerminkan dan merekonstruksi sejarah Sumatra Barat dan Minangkabau. Beliau pernah menulis biografi Harun Zein (yang merupakan gubernur pertama di masa orde baru), Gubernur Azwar Anas, Gubernur Hasan Basri Durin, otobiografi AA Navis, memoar Djoeir Moehamad, memoar Marthias Doeski Pandoe, biografi Nasrul Siddik, Basril Djabar, hingga Joni Marsinih (Dirut PT. Semen Padang).
Kegiatan yang berlangsung di Convention Hall UNAND kampus Limau Manis pada Rabu (2/2/2025) ini merupakan kegiatan keenam yang diinisiasi oleh HAMAS dalam rangka menyemarakkan gerakan berkebudayaan dan berkesenian khususnya di Sumatra Barat, yang mengangkat tokoh-tokoh seniman yang telah mengharumkan nama Sumbar maupun ranah Minang di tingkat nasional hingga internasional melalui karya-karya mereka yang melegenda.

“Agenda ini dilaksanakan di kampus karena ada semacam keinginan untuk memantik insan kampus untuk berkebudayaan dan berkesenian pula. Mahasiswa kita harap juga bisa berkarya juga, dan kita harap UNAND melahirkan seniman-seniman tingkat nasional hingga internasional terlebih karena ada Fakultas Ilmu Budaya di sini,” ujar Isa Kurniawan, S.Si, ketua pelaksana kegiatan.
“Di suasana kebatinan kita saat ini, saya kira kita mengarah pada zaman kegelapan. Saya kira kita harus bangkitkan ruhnya, bangkitkan spiritnya, dan bangkitkan pesan-pesan orang orang hebat di masa lampau untuk menerangi jiwa dan pikiran kita, agar kita melawan zaman yang mulai mengarah pada zaman kegelapan,” sebut Dr. Hary Effendi Iskandar, Direktur PSH UNAND. Beliau menekankan bagaimana mengenang dan membaca kembali karya orang-orang hebat dapat membantu kita membangun bangsa.
"Karya-karya beliau memberikan kontribusi historiografi yang kuat bagi pembangunan sejarah terutama yang berkaitan dengan sumatra barat. Kalau kita ingin membangun sebuah pikiran yang lurus dalam bagaimana menjaga bangsa dan peradaban kita, kita harus banyak membaca, dan banyak mengetahui karya-karya hebat salah satunya dari Abrar Yusra,” ujarnya lebih lanjut.
UNAND mengapresiasi kegiatan ini dan memandang kesempatan langka ini sebagai momen penting untuk melihat perjalanan masa lalu tokoh-tokoh yang menggunakan kata-kata sebagai senjata. "Peluru meskipun cepat hanya mampu menembus satu kepala, tapi kata-kata dapat menembus jutaan kepala,” sebut Prof. Henmaidi, Wakil Rektor IV UNAND.
Sebelum Abrar Yusra, beberapa seniman legenda yang pernah dirayakan atau ‘dikenang’ kembali melalui agenda-agenda HAMAS di antaranya: Marzuki Saria, Hamid Jabbar, Chairul Harun, Upita Agustine, hingga Prof. Harris Effendi Thahar.
Humas, Protokol, dan Layanan Informasi Publik
