Padang (UNAND) - Sumatera Barat (Sumbar) tercatat secara konsisten masuk dalam lima besar provinsi dengan jumlah pemudik terbanyak setiap tahunnya, bersama dengan beberapa provinsi di Pulau Jawa. Tingginya mobilitas masyarakat ini tidak hanya menjadi bagian dari tradisi Lebaran, tetapi juga memberi dampak signifikan terhadap sektor ekonomi, khususnya pariwisata.
“Libur Lebaran menciptakan perputaran ekonomi, terutama sejak lima hari sebelum hingga tujuh hari setelah Hari Raya. Pada periode tersebut, Sumbar dipadati pemudik baik melalui jalur darat (road trip) maupun udara,” ujar Sari Lenggogeni, M.M.,Ph. D pakar pariwisata nasional yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas.
Ia menjelaskan, dari tiga musim libur utama setiap tahun yakni libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), Lebaran, dan libur semester. Libur Lebaran menjadi puncak pergerakan masyarakat, dengan volume kunjungan yang meningkat paling signifikan. Fenomena ini menjadikan Sumbar sebagai salah satu pusat mobilitas, terutama dari kalangan perantau.
“Perantau Minang yang tidak hanya kembali untuk silaturahmi, tetapi juga mengeksplorasi destinasi wisata bersama keluarga. Fenomena ini dikenal sebagai nostalgia tourism, di mana kerinduan terhadap kampung halaman, memori masa kecil, dan kebersamaan menjadi daya tarik utama,” jelasnya.
Hari pertama Lebaran biasanya digunakan untuk berkumpul di rumah, sementara hari kedua dan ketiga dimanfaatkan untuk berkunjung ke destinasi wisata. Tempat-tempat yang sempat viral atau populer pada tahun sebelumnya akan mengalami peningkatan kunjungan yang signifikan.
“Peran media social dan influencer sangat besar dalam membentuk pola kunjungan. Oleh karena itu, destinasi harus siap, mulai dari infrastruktur, layanan, hingga kenyamanan, dan keamanan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, alumni University of Queensland ini menyampaikan setiap momentum Lebaran menjadikan pusat-pusat ekonomi lokal sebagai magnet kunjungan wisatawan (puller destination). Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan ke depan perlu diarahkan pada penguatan destinasi yang memiliki potensi ekonomi. “Pembangunan berbasis destinasi akan memperkuat daya tarik wisata sekaligus memberikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat sekitar,” tambahnya.
Lebih jauh, ia juga mengingatkan pentingnya transparansi harga di setiap objek wisata. Menurutnya, tempat-tempat wisata dan kuliner harus memiliki daftar harga yang jelas, mudah diakses, dan tidak berubah-ubah. “Transparansi harga bukan hanya soal kejujuran, tapi juga bagian dari pengalaman wisata yang positif dan membangun kepercayaan terhadap destinasi,” katanya.
Sari juga menekankan kebersihan, keramahan, dan penyediaan fasilitas dasar seperti area parkir dan toilet yang memadai merupakan hal-hal yang tidak bisa diabaikan. “Jika kebersihan buruk atau keramahan pelaku wisata menurun, maka pengalaman wisata pun ikut rusak,” jelasnya.
Selain itu, sektor ekonomi kreatif seperti kerajinan tangan, oleh-oleh khas daerah, dan produk UMKM lokal turut menggeliat. Begitu pula sektor akomodasi yang mengalami lonjakan permintaan.
“Lebaran merupakan momentum penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Perantau menjadi aktor kunci yang tidak hanya membawa kerinduan, tetapi juga harapan dan peluang bagi sektor pariwisata, ekonomi kreatif, hingga pemberdayaan masyarakat di kampung halaman,” tutupnya.(*)
Humas, Protokol, dan Layanan Informasi Publik