Dalam kompetensi prestasi akademik yang bergengsi, universitas di seluruh dunia memasuki medan persaingan dengan tujuan meraih pengakuan dalam peringkat internasional. Peringkat ini, yang meliputi QS WUR, THE, SIR, ARWU, dan Webometrics, tidak hanya merefleksikan kualitas pendidikan dan penelitian, tetapi juga menandakan komitmen terhadap inovasi dan dampak global institusi tersebut. Setiap universitas berupaya keras menampilkan prestasi yang dapat mengukir namanya dalam daftar elit ini, di mana strategi holistik dan adaptasi terhadap tren global menjadi kunci untuk duduk dalam hierarki pendidikan tinggi. Artikel ini akan mengulas cara universitas mengemban misi tersebut, membawa ke dalam inti dari apa yang membuat sebuah lembaga pendidikan tinggi tidak hanya sekedar dikenal, tetapi benar-benar diakui secara global.
QS World University Rankings (QS WUR) menghargai reputasi akademik dengan alokasi sebesar 40%, dan memandang serius opini para pemberi kerja dengan porsi 10%. Keseimbangan antara pengajar dan mahasiswa, serta dampak penelitian yang diwakili oleh sitasi per publikasi staf, masing-masing mendapat tempat dengan bobot 20%. Sementara itu, internasionalisasi diukur melalui rasio mahasiswa dan dosen internasional, masing-masing dengan bobot 5%.
Times Higher Education (THE) menganggap lingkungan pembelajaran adalah komponen penting dengan bobot 30%, sama seperti penelitian yang juga mendapat porsi serupa. Pengaruh penelitian, yang tercermin melalui kutipan, dihargai sama dengan 30%. THE tidak melupakan aspek global dengan menitikberatkan 7.5% bobotnya pada internasionalisasi, dan mengaitkan kerja sama industri dengan bobot 2.5%.
SCImago Institutions Rankings (SIR) memberi prioritas pada penelitian dengan bobot sebesar 50%, menandakan setengah dari penilaian keseluruhan. Inovasi dan dampak sosial tidak ketinggalan, dengan bobot masing-masing 30% dan 20%, mengukur bagaimana institusi berkontribusi terhadap perubahan dan kesejahteraan masyarakat.
Academic Ranking of World Universities, atau ARWU, memusatkan perhatian pada kualitas edukasi dengan menilai alumni yang meraih Nobel dengan bobot 10%. Kualitas fakultas mendapatkan porsi terbesar, yakni 20%, diikuti oleh peneliti yang sering dikutip dan publikasi di jurnal Nature dan Science, serta publikasi yang diindeks dengan bobot masing-masing 20%. ARWU juga menilai kinerja akademik per kapita dengan bobot 10%. Webometrics memasuki arena dengan pendekatan yang berbeda, menekankan pada keberadaan digital dengan bobot 50%, menyoroti pentingnya transparansi dan kecemerlangan riset dengan bobot 10% dan 40%. Ini mencerminkan era saat ini di mana identitas digital dan akses terbuka terhadap informasi menjadi kunci. Melalui lensa-lensa ini, universitas di seluruh dunia kemudian memetakan strategi untuk mengukir nama di puncak peringkat, menciptakan lingkungan akademik yang tidak hanya unggul dalam pengajaran dan penelitian, tetapi juga dalam inovasi, dampak sosial, dan keberadaan digital.
Meskipun ada perbedaan metodologi yang signifikan, semua peringkat universitas berbagi kesamaan dalam menghargai penelitian dan internasionalisasi. Setiap sistem penilaian mempertimbangkan publikasi ilmiah dan sitasi sebagai indikator utama untuk mengukur dampak penelitian. Reputasi akademik, baik dari perspektif akademisi maupun pemberi kerja, juga menjadi ukuran yang sering digunakan. Perbedaannya terletak pada bobot dan nuansa.
QS WUR dan THE memberikan bobot yang signifikan pada reputasi dan output penelitian, sedangkan ARWU fokus pada penghargaan tinggi dan publikasi di jurnal terkemuka. SIR memperluas cakupan dengan memasukkan inovasi dan dampak sosial sebagai bagian dari evaluasinya.
Webometrics unik karena mengambil pendekatan berbasis web, menyoroti kehadiran digital dan aksesibilitas konten akademik. Kesemua peringkat ini mendefinisikan keunggulan dengan cara mereka sendiri, memberikan perspektif yang berbeda pada apa yang menjadikan sebuah universitas layak mendapatkan pengakuan dunia yang berujung kepada calon mahasiswa dan pelamar sebagai staf.
Dalam mendapatkan data yang akurat, setiap lembaga peringkat memiliki mitra dan metodologi yang berbeda-beda. QS WUR misalnya, bekerja sama dengan Elsevier untuk mengumpulkan data sitasi dan menggunakan survei reputasi akademik dan pemberi kerja. THE mengandalkan survei akademik dan data yang dikumpulkan langsung dari universitas-universitas untuk pembobotan indikator mereka. SIR menggunakan basis data Scopus untuk analisis publikasi dan PATSTAT untuk indikator inovasi. ARWU memanfaatkan sumber seperti Web of Science dan penghargaan Nobel sebagai titik data utama. Webometrics menggunakan data dari Ahrefs dan Google Scholar untuk menilai visibilitas dan transparansi universitas. Kelebihan dari sistem-sistem ini termasuk kemampuan mereka untuk menilai berbagai aspek dari kinerja universitas dengan cara yang komprehensif. Namun, mereka juga menghadapi kritik karena potensi bias terhadap disiplin ilmu tertentu, fokus pada penelitian dari pada pengajaran, dan kecenderungan untuk menguntungkan institusi yang berbahasa Inggris dan memiliki sumber daya lebih besar.
Analisis terhadap rangkaian peringkat universitas memberikan wawasan berharga bagi institusi pendidikan tinggi dalam menilai dan mempertajam kualitas mereka. Universitas dapat memanfaatkan data peringkat untuk menggali lebih dalam mengenai aspek mana yang membutuhkan peningkatan, seperti penelitian, pengajaran, atau pengalaman internasional. Sebagai contoh, jika universitas mendapati bahwa sitasi penelitiannya rendah, ini bisa menjadi isyarat untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya ke dalam penelitian dan pengembangan. Dalam mengejar peningkatan posisi peringkat, universitas mesti menggarap strategi multifaset. Menggalang kerja sama penelitian dengan lembaga global dapat memberikan dorongan dalam sitasi dan publikasi.
Investasi pada program yang telah mendapatkan pengakuan atau memiliki potensi untuk bersinar di panggung global juga penting. Selain itu, memperkaya kualitas pengajaran dan fasilitas pembelajaran akan meningkatkan daya tarik universitas bagi calon mahasiswa, sekaligus memperkuat dasar pengetahuan yang akan memicu inovasi. Tak kalah penting, adalah membangun jaringan yang kuat dengan industri dan alumni, yang tidak hanya mendukung kesuksesan karir lulusan, tetapi juga meningkatkan reputasi universitas di mata pemberi kerja, sebagaimana dinilai dalam berbagai peringkat universitas.
Peringkat universitas memegang peranan penting sebagai ukuran bagi institusi pendidikan tinggi untuk memetakan prestasi dan pengaruh global mereka. Meskipun demikian, peringkat ini sebaiknya dilihat sebagai alat bantu untuk mendorong peningkatan berkelanjutan, bukan sebagai tujuan akhir yang mutlak. Mari kita sambut dengan optimisme bagaimana universitas di seluruh dunia berinovasi dan memperbaiki diri, bukan hanya untuk mendaki tangga peringkat, tetapi untuk memajukan pendidikan dan memberikan kontribusi berarti bagi masyarakat global.
Penulis: Ikhwan Arief (Pengajar di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Andalas)