Padang (UNAND) – Universitas Andalas menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan 2nd International Conference on Gender, Culture, and Society (2nd ICGCS) yang berlangsung selama dua hari 24-25 Oktober di Hotel ZHM Premiere.
Kegiatan ini menghadirkan Keynote Speaker yang berasal dari berbagai negara, diantaranya Prof. Rebecca Elmhirst (University Brighton, United Kingdom), Prof. Shanthi Thambiah (Universiti of Malaya, Malaysia), Prof. Emi Susanti (Universitas Airlangga, Indonesia), Prof. Rachel Salazar Parrenas (University of Souther California), Yuerlita, Ph. D (Universitas Andalas, Indonesia), Dr. Surendrand Rajaratnam (UKM Malaysia), Darunee Punkaew, Ph. D (Thailand).
Mengusung tema Toward Sustainable Development and Gender Inclusion dengan mengundang instansi pemerintah, LSM, dosen, peneliti, serta mahasiswa yang fokus meneliti dan mengamati isu tersebut.
Wakil Rektor III Universitas Andalas Ir. Insannul Kamil, Ph. D mendukung dan mengapresiasi kolaborasi serta kerja sama antara PPGAK - Pusat Studi Gender, Anak, dan Keluarga - (The Center of Gender, Child, and Family Studies) dari universitas AndaLas dengan ASWGI - Asosiasi Pusat Studi Wanita, Gender dan Anak Indonesia - (Association for Center of Gender, Child and Family Study in Indonesia), dan berbagai pihak di seluruh dunia dalam mendiskusikan berbagai sudut pandang yang berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan dan Inklusi Gender
Ia memahami kesetaraan gender merupakan inti dari pencapaian pembangunan global sebagaimana PBB menekankan pentingnya kesejahteraan penduduk global dan pengembangan internasional di tahun 2020-2030 dibutuhkan aksi dalam mengatasi kemiskinan yang meningkat, memberdayakan perempuan dan anak-anak, dan mengatasi perubahan iklim.
Lebih lanjut, ia menuturkan pendidikan saat ini telah menyajikan kerja sama antara kesetaraan gender dan ekonomi memiliki hubungan erat di mana gender equality sebagai katalist untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan kinerja sektor swasta dan publik, dan mengurangi persamaan pendapatan.
“Meskipun kesetaraan gender memiliki peran penting dalam pendidikan tetapi pada kenyataannya pencapaian tujuan kesetiaan gender masih jauh dari apa yang seharusnya,” ujarnya.
Sebagai warga dunia, dikatakannya harus mengintegrasikan ini ke dalam pekerjaan dan sebagai sarjana atau praktisi, itu adalah tanggung jawab untuk berbagi peran dan temuan kepada dunia, melalui konferensi ini.
Insannul berharap dengan diadakannya 2nd ICGCS bisa menjadi sumber implementasi penerapan pembangunan berkelanjutan serta pembangunan inklusif.
Sementara itu, Ketua Kongres Asosiasi Wanita/Gender Indonesia Prof. Dr. Emy Susanti mengemukakan pada konferensi ini, semua elemen turut bergerak untuk mendukung adanya penanganan KBG yang baik di mana korban mendapatkan haknya. “Kaum perempuan pada kenyataannya sering dirampas haknya ketika proses penanganan kasus-kasus kekerasan seksual,” ujarnya.
Disampaikannya, kekerasan seksual, yang juga sering disebut sebagai kekerasan berbasis gender, merupakan suatu tindakan kekerasan yang diarahkan kepada seseorang berdasarkan perbedaan jenis kelamin (biologis) atau identitas gender, baik dalam lingkup kehidupan publik maupun pribadi, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
“Jenis kekerasan ini dapat mengambil berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, tindakan seksual yang bersifat lisan maupun non-lisan, kekerasan psikologis yang bersifat lisan maupun non-lisan, dan juga kekerasan ekonomi,” terangnya.(*)
Humas, Protokoler dan Layanan Informasi Publik