Scopus boleh disebut sebagai basis data yang lebih disukai di Indonesia sebagai ukuran kualitas luaran penelitian dalam publikasi ilmiah. Scopus memiliki koleksi artikel sejak sebelum tahun 1960. Ini terlihat pada opsi pilihan tahun pada pencarian dokumen di Scopus. Database ini merupakan produk dari Elsevier beserta banyak produk lainnya yang menginduk kepada RELX plc, sebuah entitas bisnis yang menyediakan informasi dan analitik ilmiah, teknis, dan medis, termasuk informasi dan analitik hukum, alat pengambilan keputusan, dan melaksanakan pameran dengan konteks saintifik. Perusahaan ini sebelumnya dikenal sebagai Reed Elsevier yang berdiri pada tahun 1993 dari hasil penggabungan Reed International, sebuah penerbit buku dan majalah di Inggris, dengan Elsevier yang merupakan penerbit ilmiah di Belanda.
Sebagai sebuah basis data yang lebih disukai untuk rujukan data kenaikan pangkat, luaran penelitian, syarat wisuda, dan lainnya di Indonesia, tentunya peneliti berlomba-lomba mengupayakan artikelnya terbit di jurnal dan prosiding yang berindeks Scopus. Scimago Journal Rank (Scimago JR) yang juga merupakan rujukan ketika melihat sumber penerbit internasional berdasarkan kuartil publikasi, juga menggunakan database Scopus sebagai rujukan utamanya. Ini terlihat pada bagian kaki dari laman web Scimago JR.
Penulis yang kebanyakan hanya memiliki akses sampai kepada Scopus Preview, tentunya hanya bisa melihat basis data Scopus secara sederhana. Penulis yang institusinya melanggan akses basis data Scopus, memiliki pengetahuan lebih, akibat bisa mengakses basis data tersebut dengan semua fiturnya. Salah satu fitur yang sering digunakan untuk melihat kelayakan sumber publikasi adalah memastikan bahwa publikasi yang ditargetkan masih diindeks oleh basis data Scopus. Informasi yang diberikan berisi data sejak tahun diindeks, sampai kapan pernah diindeks, dan apakah masih diindeks, atau sudah tidak lagi diindeks (dikeluarkan) oleh Scopus.
Dalam beberapa kejadian, penulis dibingungkan dengan tidak tampilnya publikasi dari jurnal ataupun prosiding yang mengaku diindeks oleh Scopus. Tidak jarang penulis menunggu sampai hitungan bulan untuk memastikan bahwa datanya sudah tersimpan pada profilnya sebagai penulis di Scopus. Bahkan tidak sedikit pula yang kemudian menghubungi penerbit untuk menanyakan kenapa artikelnya masih belum tampil pada daftar publikasi penulis. Biasanya, hasil yang diterima adalah kekecewaan.
Beberapa kekecewaan yang terjadi antara lain adalah publikasi (jurnal, prosiding, atau buku) sudah dikeluarkan dari indeks Scopus, pada tahun sebelum artikel penulis terbit. Artikel penulis terbit di jurnal tersebut, tetapi pada volume dan edisinya, jurnal ternyata sudah tidak lagi diindeks oleh Scopus. Ada juga penyebab kekecewaan lain karena ternyata jurnal membuat salinan dari laman web lama dan laman web baru ini tidak diindeks oleh Scopus karena berbagai alasan. Penyebab kekecewaan lainnya juga karena artikel terbit pada edisi khusus, tetapi rupanya tidak diindeks oleh Scopus, walaupun jurnal masih di dalam basis data Scopus. Kerugian dalam bentuk moral tentunya sudah pasti dirasakan dan ini obatnya hanya bersabar. Kerugian dalam bentuk materi, akan membawa penulis kepada kebingungan ketika dana yang digunakan harus dipertanggung jawabkan secara institusional. Belum lagi hasil penelitian yang harusnya dikenalkan pada media publikasi ilmiah bereputasi, malahan masuk kepada publikasi yang tidak jelas kredibilitasnya.
Internet sudah menyediakan alat bantu sederhana yang akan bisa membantu penulis untuk menghindari kekecewaan tersebut. Laman web Think-Check-Submit dapat dijadikan rujukan awal dengan memperhatikan daftar periksa yang disediakan. Solusi yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi hal-hal tersebut, dan mengikuti komponen check dari TCS, sebaiknya di dalam sebuah institusi, disediakan layanan untuk memeriksa kelayakan target publikasi dan penerbit. Pelayanan yang diberikan adalah memeriksa validitas sebuah publikasi yang membuat klaim diindeks oleh Scopus dengan logo Scopus pada laman webnya. Keberadaan unit layanan sederhana ini, akan mengurangi secara drastis kekecewaan penulis yang “terjebak” mengirimkan dan mempublikasikan artikel ilmiah dari hasil penelitian. Dari sudut pandang institusi, pelayanan ini akan menjadi saringan awal untuk memastikan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk mendukung penulis dalam menerbitkan hasil penelitiannya, memang dipergunakan sebagaimana mestinya.
Unit dimaksud bisa berada di dalam Perpustakaan institusi, sebab perpustakaan adalah pusat layanan informasi sejenis. Tidak perlu memperlebar organisasi dengan membuat unit khusus untuk keperluan ini. Sumber daya manusia yang diperlukan bukanlah personalia yang “hebat menulis” publikasi ilmiah, tetapi sekelompok orang yang mampu “mendengarkan dan berbicara” mengenai data. Mampu menganalisis apa yang disampaikan oleh data dan membantu kolega di dalam institusinya ketika ada pertanyaan mengenai pemeriksaan kelayakan publikasi di penerbit tertentu. Keberadaan unit ini juga bisa sebagai penentu kepada kelas kualitas luaran penelitian dalam bentuk publikasi ilmiah, yang kemudian akan berujung kepada ukuran kinerja institusi. Unit ini akan mendapatkan tambahan manfaat ketika diisi oleh perwakilan editor jurnal dari institusi, terutama editor jurnal yang sudah terbukti minimal dari peringkat akreditasi jurnalnya. Layanan pada unit ini bisa diberikan tanpa bertatap muka, seperti melalui forum diskusi daring. Intinya, unit ini memberikan rekomendasi dan membantu penulis dalam rencana penerbitan artikel luaran penelitian yang sudah dikerjakan.(*)
Penulis : Ikhwan Arief, MSc (Dosen Teknik Industri Universitas Andalas)