Sumatera Barat pantang diremehkan dalam hal potensi pariwisata yang luar biasa. Pesona alam, budaya, hingga kulinernya tidak perlu diragukan lagi keelokannya. Namun, potensi tersebut perlu dikembangkan dengan baik agar menciptakan value yang membuat Sumatera Barat mampu bersaing dengan daerah lain.

Tentunya dalam hal ini pemerintah setempat perlu memutar otak untuk mengembangkan potensi tersebut secara maksimal. Perlu diketahui bahwa beberapa tahun lalu bahkan hingga saat ini pemerintah setempat masih direpotkan dengan rangkaian kendala dalam melakukan pembangunan pariwisata di Sumatera Barat. Kendala tersebut tentu saja menghalang misi pemerintah setempat dalam meningkatkan pendapatan daerah melalui pariwisata.

Kendala pertama ialah terkait kualitas produk wisata yang ditawarkan masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh objek wisata di Sumatera Barat masih kurang terperlihara dengan baik bahkan banyak objek wisata yang terlantar karena minimnya kemampuan pengelolaan dari pemiliknya. Kedua, promosi pariwisata Sumatera Barat yang masih sangat minim. Ketiga, kesadaran akan keuntungan pariwisata dari masyarakat setempat juga masih rendah. Keempat, belum terintegrasinya seni budaya dengan paket-paket wisata yang ada, dimana kebanyakan paket yang ditawarkan biro perjalanan belum termasuk dengan event budaya masyarakat lokal Minang. Kelima, partisipasi dari masyarakat setempat masih rendah, padahal sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas objek wisata. Keenam, kurangnya koordinasi pemerintah provinsi dengan dan sesama kabupaten/kota. Serta kendala ketujuh ialah persoalan lemahnya dukungan infrastruktur pendukung pariwisata.

Guna mengatasi kendala tersebut, pemerintah setempat melakukan beragam upaya agar bisa mendorong kemajuan sektor pariwisata di Sumatera Barat. Upaya-upaya tersebut misalnya pertama, dengan melakukan kolaborasi dengan sektor swasta dan masyarakat. Upaya ini berfokus kepada pembentukan pola pengelolaan melalui paradigma Community-Based Tourism (CBT), dan dalam hal ini masyarakat dilibatkan secara langsung sehingga hasilnya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat. Kedua, pemerintah setempat juga kian gencar membangun infrastruktur pendukung, baik seperti jalan, bandara, ataupun yang lainnya. Ketiga, pemerintah membangun kerjasama dengan penyelenggara event pariwisata. Keempat, pemerintah juga memberikan bantuan pembiayaan untuk pengembangan pariwisata kepada masyarakat. Serta yang kelima pemerintah juga menyinkronkan pariwisata dengan ekonomi kreatif.

Berkat beragam upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan kesadaran masyarakat terkait keuntungan dari pariwisata, dalam beberapa tahun terakhir pariwisata di Sumatera Barat mulai menunjukkan kemajuan khususnya pasca Covid-19 melanda. Dilansir dari data BPS Provinsi Sumatera Barat, jumlah kunjungan wisatawan di Sumatera Barat mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2021, jumlah kunjungan wisatawan tercatat sebanyak 4.785.886 orang. Angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2022 yang mencapai 5.617.004 orang. Lebih lanjut lagi, pada tahun 2023 angka tersebut kembali mengalami peningkatan bahkan sampai dua kali lipat, yakni sebanyak 11.234.179 orang. Data BPS menunjukkan daerah di Sumatera Barat dengan jumlah kunjungan terbanyak yakni Kota Bukittinggi, Kabupaten Solok, Kota Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Kabupaten Tanah Datar.

Meski demikian, perkembangan tersebut tidak hanya mendatangkan dampak positif tentunya. Banyaknya kunjungan dari wisatawan juga berpotensi mendatangkan dampak negatif atau masalah baru, sebut saja misalnya masalah kelestarian lingkungan. Masih banyak ditemukan tempat wisata di Sumatera Barat yang rusak karena ulah pengunjung yang tidak peduli terhadap kelestarian lingkungan. Salah satu yang biasa kita temukan ialah masih maraknya pengunjung yang suka buang sampah sembarangan. Tentunya hal ini sangat berpotensi merusak lingkungan, terlebih lagi kebanyakan dari objek wisata di Sumatra Barat merupakan wisata alam, seperti misalnya di Alahan Panjang di Kabupaten Solok, Pesisir Selatan, hingga Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Contoh lain juga bisa kita lihat pada masa pasca lebaran baru-baru ini. Antusiasme masyarakat yang cukup tinggi untuk berkunjung ke tempat-tempat wisata disatu sisi memang membawa dampak yang cukup baik terhadap perekonomian masyarakat. Namun yang disayangkan ialah mayoritas dari masyarakat yang berkunjung tidak bisa menjaga lingkungan dengan baik. Hal sesederhana membuang sampah pada tempatnya saja masih susah untuk dilakukan. Terlebih lagi hal tersebut diperkuat dengan kurang tegasnya pemerintah dalam menangani masalah tersebut. Akan lebih baik misalnya mereka yang melanggar diberikan sanksi yang membuat jera, misalnya dengan memberikan denda atau bahkan kurungan penjara barangkali. Tentunya hal tersebut dikemas dalam sebuah regulasi yang baik dan sudah diterima oleh masyarakat sebelumnya.

Pada akhirnya setiap peluang yang ada sejatinya selalu diikuti oleh dampak negatif. Begitu juga dengan sektor pariwisata, kunjungan wisatawan yang massif sangat berpotensi untuk merusak lingkungan, terlebih di Indonesia yang masyarakatnya masih belum begitu peduli terhadap kelestarian lingkungan. Dalam konteks Sumatera Barat, pada dasarnya pemerintah setempat telah melakukan tugasnya dengan baik dalam upaya mengembangkan potensi wisata yang ada, meskipun tentunya masih ada kekurangan. Kendati demikian, masyarakatnya dinilai juga perlu mematuhi regulasi yang ada demi kelestarian lingkungan khususnya. Semua pihak harusnya mampu bersinergi untuk menggerakkan pariwisata di Sumatera Barat tanpa melupakan aspek kelestarian lingkungan. 

 

Penulis: Mengki Kurniawan (Mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNAND)