Padang (UNAND) - Sejumlah ahli sejarah hadir dan menyampaikan pemikirannya serta berdiskusi mengenai ‘Dinamika Demokrasi dan Politik Dinasti Dalam Perspektif Sejarah’ pada Seminar Nasional Sejarah yang dilaksanakan pada Selasa (22/10/2024) di Convention Hall Kampus UNAND Limau Manis. Kegiatan ini dibarengi dengan Rapat Kerja Perkumpulan Prodi Sejarah Indonesia (PPSI) dimana UNAND menjadi tuan rumah tahun ini. 

Yudi Latif, Ph.D, Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia, menyampaikan pemikirannya mengenai kondisi Indonesia saat ini yang disebutnya sebagai mengalami ‘arus balik nepotisme’. Demokrasi yang dijalankaan saat ini menurutnya mengalami kemunduran karena banyaknya fenomena dinasti politik yang terjadi. Padahal, demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang dianggap paling sesuai dengan Indonesia dulunya. 

“Dahulu di era kemerdekaan, ada salah seorang tokoh dari Eropa yang mengatakan bahwa Indonesia cocok dengan sistem monarki (kerajaan). Namun apabila menggunakan sistem ini, siapa yang harus memimpin? Karena tidak ada satu kerajaan pun yang mengikat seluruh wilayah Indonesia. Kerajaan di Jawa tidak memiliki kekuasaan di Sumatra, dan sebaliknya. Sehingga dahulu, tidak ada yang setuju bahwa pemimpin Indonesia ditentukan berdasarkan keturunan,” ujarnya. 

Sementara itu, Prof. Purnawan Basundoro, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Airlangga menggunakan pendekatan sejarah bidang pendidikan dalam membedah fenomena dinasti politik dan demokrasi Indonesia. Menurutnya, dinasti politik dikenal/muncul dengan berakar pada feodalisme yang dulu dipakai pada zaman kerajaan di Indonesia. Pada saat itu, kekuasaan diberikan pada golongan-golongan bangsawan dan diwariskan turun-temurun.  

Dari penelusurannya, di era kolonialisme atau pendudukan oleh Belanda, sempat terjadi usaha menekan terjadinya praktek feodalisme atau dinasti politik, meski prosesnya ‘naik turun’. 

“Tugas kita sebagai bagian dari penyelenggara pendidikan adalah mengkritisi ini (dinasti politik) dan tidak membiarkannya terjadi,” tegasnya. 

Sementara itu, Prof. Gusti Asnan mengemukakan hasil penelusurannya mengenai salah satu tokoh politik Minangkabau masa lalu yang dianggapnya memiliki cara berpolitik yang menyerupai politik kontemporer (saat ini). Tokoh tersebut adalah R Dt Basa Nan Kuniang. Ia merupakan salah satu pelaku politik yang hidup di awal abad 20, dan berkiprah di sekitar tahun 1950 hingga 1960an. 

Ia sempat menjadi bagian dari pemerintahan kolonialisme, dan memutuskan pindah karena tidak lagi ingin bekerja sama yang menurutnya melawan batinnya. Ia pernah bergabung dengan PNI, juga bergabung dengan MTKAAM (Majelis Tinggi Kerapatan Adat dan Alam Minangkabau), keluar, dan bergabung kembali ke organisasi tersebut. Namun pada akhirnya keluar lagi dan mendirikan partai sendiri bernama Partai Adat Rakyat. Kiprahnya di awal terkesan oposisi dengan pemerintahan, namun menjelang akhir 1950an ia akhirnya bergabung ke pemerintahan dengan menjadi penasehat gubernur Sumatera Tengah hingga menjadi anggota DPR-GR Sumatera Barat di awal 1960an. 

“Cara berpolitik R Dt Basa Nan Kuniang ini mirip seperti politikus sekarang. Sebentar di sini, lalu pindah. Baru sebentar, pindah lagi. Ketika tidak bisa lagi berkiprah di partai, lalu mendirikan partai sendiri,” jelas Prof. Gusti Asnan. 

Ia menjelaskan, kiprahnya sebagai politikus saat itu berakhir dengan tragis, karena ia  sempat ditahan dan menghabiskan masa tuanya tanpa dikenang ataupun menyejarah.

Wakil Rektor III UNAND Prof. Kurnia Warman menilai, kesempatan seminar seperti yang dilaksanakan saat ini dengan tema sejarah merupakan kesempatan yang sangat baik sekaligus challanging, karena menceritakan fakta sejarah di masa ini bukanlah hal yang mudah. 

“Ini menantang karena kita bicara soal fakta. Bicara fakta hari ini saja, yang terjadi saat ini, masih banyak perbedaan pendapat, masih banyak yang tidak percaya. Apalagi bicara fakta masa lalu, yang sudah terjadi sekian lama,” ucapnya. Ia juga menyarankan  agar pembahasan sejarah dapat dijadikan sebuah konsensus, dimana dapat dilaksanakan diskusi dengan menyertakan pula ahli lain di dalam pembahasannya, misalnya ahli hukum untuk memperkuat keputusan-keputusan yang ditentukan. 

Kegiatan seminar ini diikuti oleh dosen, mahasiswa, hingga kalangan umum, dan dilanjutkan dengan Raker PPSI 2024. 

 

Humas, Protokol, dan Layanan Informasi Publik