Hingga saat ini belum ada pengumuman resmi KPU terkait penetapan hasil pemilu 2024 lalu, walaupun dari beberapa hasil Quick Count sudah bisa diprediksi peserta pemilu yang memperoleh suara terbanyak, baik untuk pilpres mapun untuk pilek. Pemilu kali ini merupakan pemilu kelima pasca reformasi dan kali kedua diselenggarakan secara serentak untuk memilih Pasangan Presiden dan Wakil Presiden sekaligus anggota Legislatif. Setelah kepemimpinan petahana selama dua periode, kini saatnya pergantian kepemimpinan pada kandidat baru yang diharapkan memberi gairah baru pada perpolitikan Indonesia, serta membawa perjalanan pada kematangan demokrasi.
Pasca pemilu, penting untuk membangun pondasi yang kuat dalam konsolidasi demokrasi di Indonesia. Konsolidasi demokrasi merupakan tahap di mana prinsip-prinsip demokrasi sudah menjadi bagian yang kokoh dalam budaya politik dan sistem pemerintahan negara. Arah demokrasi Indonesia hingga saat ini telah mengantarkan kita pada tahap konsolidasi demokrasi, di mana pemilu tidak lagi hanya bersifat prosedural tetapi substansial. Hal ini mulai terlihat sejak Pemilu 2014, 2019, hingga 2024. Peningkatan partisipasi politik masyarakat serta pemanfaatan teknologi dan media menunjukkan penguatan konsolidasi demokrasi Indonesia. Penyelenggaraan pemilu yang sukses merupakan indikator penentu yang akan membawa konsolidasi demokrasi ke tahapan berikutnya, yaitu demokrasi matang.
Studi yang dilakukan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menyatakan bahwa tujuan demokratisasi yang berjalan saat ini adalah untuk mewujudkan demokrasi matang pada 2029. Maka dari itu, Pemilu 2024 merupakan agenda krusial dalam tahapan konsolidasi demokrasi karena menandakan satu langkah lagi menuju kematangan demokrasi. Pada tahapan ini, akan terbuka peluang besar bagi perjalanan demokrasi Indonesia karena kematangan demokrasi akan diiringi dengan penguatan institusionalisasi, good governance yang optimal, dan kepastian hukum yang kuat
Posisi Pemilu 2024 menjadi penting juga untuk melihat peningkatan jumlah pemilih muda sebanyak lebih dari 55% yang akan memengaruhi arah perpolitikan bangsa dan kebijakan strategis jangka panjang. Angka peningkatan partisipasi politik publik terutama pemilih muda terus naik semenjak Pemilu 2019 hingga saat ini. Media dan teknologi menjadi faktor pendorong bagi partisipasi pemilih muda. Bak pisau bermata dua, pemanfaatan media dan teknologi ini memunculkan tantangan baru dengan terbentuknya polarisasi masyarakat dalam politik dan penyebaran disinformasi. Fenomena regresi demokrasi yang terlihat seputar persoalan pemilu yang penuh polemik, juga menjadi tantangan besar dalam pembangunan demokrasi. Untuk itu, konsolidasi demokrasi pasca pemilu 2024 menjadi penting demi menjaga keberlanjutan pembangunan demokrasi yang stabil.
Terdapat beberapa upaya untuk menghadapi tantangan konsolidasi demokrasi Indonesia pasca pemilu dalam membangun pondasi yang kokoh menuju kematangan demokrasi. Pertama, transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik pasca pemilu. Isu pemilu curang yang penuh polemik dan menjadikan masyarakat terpolarisasi sangat membutuhkan pelurusan informasi. Munculnya kesadaran kolektif dalam mengawal isu-isu politik pasca pemilu menunjukkan kepercayaan publik pada proses demokrasi yang berjalan. Akses informasi yang transparan dan mudah diakses menjadi salah satu upaya menjaga harapan demokrasi.
Kedua, adaptasi teknologi dalam penyebaran informasi dan pengelolaan sistem komunikasi sebagai upaya transformasi digital mendukung berjalannya konsolidasi demokrasi. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dapat digunakan untuk memperkuat transparansi dalam memastikan pengambilan keputusan pemerintah dan memfasilitasi partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan.
Ketiga, memperkuat kapasitas kelembagaan. Peran badan-badan dan instansi pemerintahan haruslah berintegritas sesuai tupoksi masing-masing. Efektivitas dan efisiensi lembaga-lembaga demokratis dalam menjalan fungsi dan tugasnya sebagai pelayanan publik perlu menjadi perhatian utama. Partai politik dalam menjalankan fungsi rekrutmen dan kaderisasi menjadi penting dalam menjamin kualitas kader yang duduk di legislatif sebagai tonggak demokrasi. Wadah-wadah diskusi di ruang publik sudah seharusnya dapat menjangkau aspirasi masyarakat. Apabila kapasitas kelembagaan diperkuat, akan memunculkan praktik good governance yang sarat akan nilai-nilai demokrasi.
Keempat, sejalan dengan penguatan kapasitas kelembagaan, perlunya penguatan kepastian hukum. Penguatan kepastian hukum mencerminkan independensi dan integritas penegak hukum, regulasi, serta lembaga hukum itu sendiri. Kelima, aspek lain yang perlu diperhatikan juga adalah pendidikan politik, terutama bagi generasi muda, pendidikan politik perlu diperkuat untuk menghasilkan demokrasi yang lebih berkualitas dalam upaya menuju kematangan demokrasi.
Beberapa upaya yang diuraikan tersebut merupakan langkah awal untuk memperkuat konsolidasi demokrasi Indonesia pasca pemilu 2024. Meskipun demikian, penguatan konsolidasi demokrasi bukanlah tugas yang mudah dan memerlukan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, partai politik, dan masyarakat. Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia dapat menjadi teladan dalam menuju kematangan demokrasi. Harapannya, proses konsolidasi demokrasi akan memperkuat landasan demokrasi dan melahirkan pemimpin yang mampu menghadapi tantangan kompleks di era ke-21. Partisipasi aktif generasi muda dalam pemilihan umum, transformasi digital, dan peningkatan peran lembaga penegak hukum dianggap sebagai faktor kunci dalam perjalanan menuju kedewasaan demokrasi di Indonesia.
Penulis : Dewi Anggraini Dosen Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas